Dalam hukum Indonesia, akta terbagi menjadi dua macam, yaitu Akta Otentik dan Akta di bawah tangan. Sebagai salah satu alat bukti yang diakui dalam sistem hukum Indonesia, Akta dibuat untuk mempermudah dalam membuktikan suatu perbuatan atau keadaan tertentu. Misalnya, suatu akta perjanjian dibuat untuk mengadakan suatu hubungan kerja sama di antara para pihak yang membuatnya.
Akta sendiri ada sedari jaman Belanda dulu. Bagaimana beberapa pejabat-pejabat belanda pada waktu itu, ditugaskan untuk membuat pencatatan-pencatatan serta menerbitkan akta-akta tertentu mengenai identitas seseorang, mulai dari kelahiran, perkawinan, tempat tinggal, kematian, wasiat dan perjanjian-perjanjian antar pihak.
Pengertian Akta Otentik
Beberapa kalangan masyarakat terkadang menganggap akta otentik itu merupakan akta yang bermeterai, namun anggapan itu adalah salah adanya. Keotentikan dari sebuah dokumen bisa dikarenakan beberapa hal, salah satunya adalah pembuatan dokumen oleh pejabat yang berwenang. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) memberikan penjelasan terkait dengan pengertian dari akta otentik. Dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu dan di tempat akta itu dibuat.
Pejabat yang dimaksudkan antara lain ialah notaris, panitera, jurusita, pegawai pencatat sipil, hakim dan sebagainya. Otentik tidaknya suatu akta tidaklah cukup apabila akta itu dibuat oleh dan di hadapan pejabat saja. Di samping itu caranya membuat akta otentik itu haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang.
Syarat Akta Otentik
Suatu akta dapat dikatakan sebagai akta otentik apabila akta tersebut memenuhi unsur-unsur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu akta dapat dikatakan bersifat otentik, di antaranya:
- Dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan undang-undang; dan
- Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang memiliki wewenang; dan
- Jika disangkal kebenarannya, penyangkalan harus dibuktikan ketidakbenarannya.
Pasal 1869 KUHPerdata mengatur bahwa suatu akta tidak dapat diberlakukan sebagai akta otentik apabila pejabat umum yang membuatnya tidak berwenang atau tidak cakap sebagai pejabat umum atau bentuk akta tersebut tidak memenuhi persyaratan yang dinyatakan dalam undang-undang.
Pengertian Akta di Bawah Tangan
Sementara itu, Akta di bawah tangan juga merupakan salah satu bentuk akta atau alat bukti yang sah. Namun, pada pembuatan akta di bawah tangan tidak melibatkan pejabat umum dan peraturan perundang-undangan tidak mengatur secara spesifik mengenai formatnya. Salah satu contoh akta di bawah tangan adalah kontak atau perjanjian yang dibuat hanya oleh para pihak di dalamnya. Walaupun dapat dijadikan alat bukti, kekuatan akta di bawah tangan tidak sesempurna akta otentik.
Syarat akta di bawah tangan
Syarat-syarat dari akta di bawah tangan ini lebih bersifat flexible. Akta di bawah tangan memiliki syarat yang tidak diatur secara tegas dalam undang-undang sehingga tidak ada format yang baku. Jadi, para pihak bebas untuk menentukan format maupun isi dari sebuah akta yang akan dibuat.
Akta di bawah tangan dapat dikatakan memiliki kekuatan pembuktian yang lebih lemah dari pada akta otentik. Oleh karenanya dalam pembuatan akta di bawah tangan, biasanya para pihak juga mensyaratkan adanya saksi. Keberadaan saksi dalam pembuatan akta di bawah tangan dapat memperkuat pembuktian mengenai adanya akta di bawah tangan tersebut. Dengan adanya saksi, maka para pihak yang membuat akta di bawah tangan tidak dapat menyangkal keberadaan akta dan perbuatan hukum yang diatur dalam suatu akta itu dengan mudah.
Kekuatan Akta otentik dan Akta di Bawah Tangan
Akta otentik mempunyai kekuatan hukum yang sempurna (diatur pada Pasal 1870 KUHPerdata) artinya kalau akta otentik dijadikan bukti di depan hakim, maka hakim harus menerima sebagai bukti yang cukup, tidak perlu tambahan bukti yang lain.
Kecuali pihak lawan dapat menyangkal kebenaranya. Sebagai contoh apabila seseorang tergugat menyangkal bukti sertifikat tanah yang diajukan penggugat, dan bahkan mengatakan bahwa sertifikat itu palsu, maka penyangkalan itu tidak dapat diterima oleh hakim selama tergugat tidak dapat membuktikannya bahwa sertifikat itu memang palsu. Selama tidak dapat dibuktikan ketidakbenarannya, akta otentik harus dianggap benar dan sempurna sebagai alat pembuktian.
Berbeda dengan akta otentik, jika suatu akta di bawah tangan disangkal, maka yang mengajukan akta tersebut sebagai bukti harus membuktikan bahwa akta itu adalah benar. Namun, jika akta di bawah tangan itu diakui oleh pihak yang menandatangani akta tersebut maka pembuktiannya adalah sama dengan akta otentik sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1875 KUHPerdata.
Apabila akta di bawah tangan disangkal, contohnya ia mengatakan akta itu tidak pernah ditandatanganinya, yang harus dilakukan oleh pemilik akta tersebut adalah mencoba membuktikan dengan saksi-saksi. Itu sebabnya dalam akta di bawah tangan harus terdapat beberapa saksi-saksi yang terlibat dalam perjanjian atau dalam akta tersebut.
Dalam prakteknya, suatu akta di bawah tangan bisa juga dilegalisasi di depan notaris. Maksud dari legalisasi adalah para pihak menandatangani suatu akta di bawah tangan di hadapan notaris. Dalam legalisasi suatu tanda tangan, notaris hanya memberikan keterangan mengenai keaslian sebuah tanda tangan. Hal ini dilakukan agar tidak ada penyangkalan penandatangan di kemudian hari oleh para pihak.
Setelah dijelaskan bagaimana perbedaan akta otentik dan akta di bawah tangan, juga dasar hukumnya. Apabila anda masih bingung dan memiliki pertanyaan seputar akta otentik dan akta di bawah tangan, silahkan bertanya di kolom komentar atau hubungi Legistra melalui kontak di bawah.