Start your business today!

Pahami Jenis dan Aturan Cuti Bagi Karyawan

Aturan Cuti Bagi Karyawan

Cuti Adalah Hak Pekerja

Sebagai karyawan, tentunya Anda memiliki berbagai hak. Salah satunya adalah mendapatkan cuti. Aturan cuti karyawan ini telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU Ketenagakerjaan 13/2003). Berdasarkan peraturan tersebut, diketahui bahwa terdapat jenis-jenis cuti yang diatur di Indonesia.

Cuti penting didapatkan oleh karyawan, tidak hanya sebagai haknya sebagai karyawan. Melainkan agar produktivitas kerja tetap terjaga. Jika Anda adalah seorang karyawan atau pengusaha, Anda wajib mempelajari tentang jenis-jenis cuti serta aturan yang telah ditetapkan agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pengusaha dan karyawan.

Jenis-jenis Cuti Karyawan Beserta Aturan Hukumnya

Apa saja jenis-jenis cuti menurut Undang-Undang? Berapa jangka waktu setiap jenisnya? Apa peraturan dan sanksi yang mengatur ? Berikut adalah sedikit penjelasan singkat mengenai aturan cuti karyawan yang dijelaskan dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

  • Cuti Tahunan

Berdasarkan Pasal 79 dan 64 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, setiap pekerja memiliki hak untuk mendapatkan cuti sebanyak satu kali dalam satu bulan atau sebanyak dua belas hari dalam satu tahun.

Cuti ini dapat diperoleh jika karyawan setidaknya telah bekerja selama 1 bulan masa kerja untuk satu hari cuti. Pemberian cuti ini bukan termasuk aturan baku yang harus sama pengaturan dan pembagiannya, namun mengikuti kebijakan perusahaan.

Tidak ada aturan baku yang mengatur kompensasi atau akumulasi cuti jika cuti tersebut tidak diambil pada 1 tahun masa kerja. Semua keputusan terkait cuti yang tidak diambil ini mengikuti kebijakan masing-masing Perusahaan.

Ada Perusahaan yang memberikan kebijakan untuk mengakumulasikannya pada tahun berikutnya, ada pula yang menghanguskan cuti yang tidak diambil tersebut, dan ada yang memberi kompensasi berupa uang. Akan lebih baik jika Anda bertanya kepada bagian SDM di perusahaan Anda tentang perhitungan hak cuti karyawan.

  • Cuti Sakit

Salah satu cuti lainnya adalah cuti sakit. Cuti ini diatur dalam Pasal 93 Ayat 2 Huruf (a) UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, karyawan yang mengalami sakit tidak wajib bekerja. Untuk pemaknaan kata sakit di sini adalah sakit dengan keterangan dari dokter.

Namun, peraturan ini adalah batas minimal undang-undang yang berlaku. Untuk itulah masih banyak perusahaan yang membolehkan cuti sakit tanpa keterangan dokter, apabila jika hanya satu hingga dua hari. Hal ini juga biasanya diatur dalam kontrak kerja.

Dalam pasal ini pula telah diatur ketentuan upah jika sedang mengambil cuti sakit dalam jangka waktu yang lama. Adapun ketentuan upahnya adalah:

    • sakit pada 4 bulan pertama, upah 100%
    • 4 bulan kedua, 75%
    • 4 bulan ketiga, 50%
    • 4 bulan selanjutnya hingga sembuh, 25%
  • Cuti Hamil/Melahirkan/Keguguran

Jenis cuti ini adalah cuti yang dikhususkan untuk karyawan perempuan yang akan melahirkan dan setelah melahirkan. Cuti ini memberi kompensasi atas keadaan yang dimiliki perempuan dan diberikan dengan harapan dapat menjalani setiap proses melahirkan dan merawat bayinya yang baru lahir pada masa awal pertumbuhan dengan baik.

Berdasarkan pada Pasal 82 UU  Ketenagakerjaan, berikut ketentuan lamanya hari yang dapat diambil adalah selama 45 hari (satu setengah bulan) sebelum melahirkan dan 45 hari (satu setengah bulan) setelah melahirkan.

Selain cuti hamil dan melahirkan, pekerja perempuan juga berhak cuti selama 1,5 bulan penuh apabila mengalami keguguran. Untuk kejadian tersebut, karyawan juga mendapat hak cuti selama 45 hari setelah mengalami kejadian tersebut. 

  • Cuti Menstruasi

Sama halnya seperti cuti sebelumnya, cuti ini pun khusus untuk pekerja perempuan dikarenakan kondisi alami yang dialami perempuan. Aturan cuti ini diatur dalam Pasal 81 Ayat 1 UUK No. 13 Tahun 2003, bahwa perempuan yang sedang mengalami haid di hari pertama dan kedua boleh tak bekerja. Untuk cara pengajuannya sendiri diserahkan pada masing-masing perusahaan. 

  • Cuti Besar

Cuti besar merupakan cuti yang diberikan pada karyawan yang telah mengabdi dalam jangka waktu yang cukup lama. Namun, tidak semua perusahaan memberikan cuti besar pada karyawannya. Informasi terkait cuti besar berada pada surat kontrak atau perjanjian kerja.

Aturan cuti ini diatur dalam Pasal 79 Ayat 2 Huruf (d) UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Pekerja boleh cuti selama satu bulan penuh di tahun ketujuh dan kedelapannya bersama perusahaan. Pada pasal 79 Ayat 4 UUK  No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa hak cuti ini hanya berlaku pada perusahaan tertentu.

  • Cuti Bersama

Cuti yang paling sering kita dengar adalah cuti bersama. Cuti ini biasanya diberlakukan sebelum atau sesudah hari raya keagamaan. Aturan cuti karyawan ini berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor SE.441/MEN/SJ-HK/XII/2009. Dalam surat edaran ini, dinyatakan bahwa cuti bersama merupakan bagian dari cuti tahunan.

Jika seseorang mendapatkan cuti bersama, maka hak cuti tahunannya akan berkurang. Sementara itu, apabila karyawan masuk di hari cuti bersama, maka hak cuti tahunannya tidak berpengaruh.

Daftar cuti karyawan yang telah disebutkan sebelumnya adalah cuti-cuti yang diatur oleh pemerintah. Pada kenyataannya, perusahaan sering menambah hak cuti untuk karyawannya sendiri. Misalnya, penambahan cuti selama mingguan bahkan bulanan untuk suami yang istrinya melahirkan. Ada juga perusahaan yang menambah durasi cuti hamil dan melahirkan untuk pekerja perempuan.

Pada dasarnya, aturan cuti karyawan yang diatur oleh pemerintah merupakan durasi minimal cuti untuk pekerja dan perusahaan diperbolehkan menambah durasi cuti tersebut.

Perbedaan Hak Cuti Karyawan Tetap dan Karyawan Kontrak

Pada dasarnya, hak cuti tahunan bagi karyawan dengan status kerja permanen atau pun kontrak tidak terdapat perbedaan. Mengingat Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam Pasal 79 tidak menyebutkan perbedaan pemberian hak cuti terhadap kedua status karyawan tadi. Dalam pasal tersebut hanya disebutkan hak cuti tahunan yang berhak didapatkan oleh karyawan dengan lama kerja minimal 12 bulan.

Artinya, meskipun karyawan tersebut berstatus kontrak, jika ia telah melalui masa kerja selama 12 bulan atau lebih, maka berhak baginya untuk mendapatkan cuti tahunan selama 12 hari kerja setiap tahunnya. Peraturan ini berlaku pula untuk jenis cuti lainnya, seperti cuti sakit, cuti besar, cuti penting, hingga cuti hamil dan melahirkan untuk karyawan wanita. Meski begitu, nampaknya beberapa perusahaan tetap membuat aturan dan batasan tersendiri mengenai hak cuti yang didapatkan khusus bagi karyawan kontrak. Kebijakan ini tentu dibuat berdasarkan visi dan misi perusahaan, karena biasanya, perjanjian kerja antara tenaga kerja kontrak dan tetap memang berbeda.

Sanksi Perusahaan Pelanggar

Bagi perusahaan yang melanggar tentang hak atau aturan cuti karyawan tentunya akan dikenakan sanksi. Pelanggaran akan hal ini dituangkan dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut:

  • Sanksi Pidana: Pasal 183-189
  • Sanksi Administratif: Pasal 190

Dalam menciptakan sebuah perusahaan yang besar sebaiknya memiliki hubungan baik antara pengusaha dan karyawan, hal ini sangat berguna untuk meminimalisir adanya permasalahan ketenagakerjaan. Dan perusahaan pun diwajibkan untuk paham mengenai jenis-jenis cuti sehingga tetap menjaga keselarasan antara karyawan dan perusahaan. Jika ingin mengkonsultasikan lebih pembuatan kontrak kerja untuk perusahaan Anda, hubungi Legistra!

Share the Post:

Related Posts

WhatsApp chat